Jumat, 07 Desember 2018

Resensi Film To Kill A Mockingbird


Scout Finch, Langkah Kecil Mengetuk Nilai Kebenaran





Judul Film       : To Kill A Mockingbird
Tanggal Rilis   : 25 Desember 1962 (Amerika)
Sutradara         : Robert Mulligan
Durasi              : 2 jam 10 menit


"Kau tidak akan pernah memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. Hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.” –  Atticus Finch.

Sebuah kalimat yang tanpa kita tahu meresap dengan cepat ke dalam tubuh kita. Kalimat yang akan membuat penonton menganggukkan kepalanya dengan khikmat ketika Atticus Finch mengucapkannya di teras rumahnya sambil memeluk anak perempuannya, Scout Finch.

Film To Kill A Mockingbird bercerita mengenai keluarga Finch, sebuah keluarga kecil yang tinggal di Maycomb, Alabama. Atticus Finch, ayah tunggal yang merupakan seorang pengacara lokal yang telah lama mengabdi di kota kecil tersebut dan terkenal dengan sifatnya yang adil dan bijak. Atticus tidak pernah membeda-bedakan kasus yang dibelanya, dan dia mengajarkan nilai-nilai baik itu kepada kedua anaknya. Anak pertamanya, Jem Finch, seorang laki-laki yang mulai beranjak dewasa dan larut dalam keingintahuannya. Dan anak perempuannya, Jean Finch, gadis tomboi yang baru saja memasuki sekolah dasar dan mulai bertanya-tanya tentang ketidaknormalan di lingkungannya.

Menariknya, Film yang diangkat dari novel best seller karangan Harper Lee ini diceritakan dari sudut pandang Jean Louise Finch alias Scout Finch. Seorang gadis kecil yang menjadi saksi mata sebuah ketidakadilan yang terjadi di lingkungan masnyarakatnya. Scout Finch, gadis yang baru masuk sekolah dasar di kota kecil itu merasakan kejanggalan-kejanggalan yang membuat dirinya tanpa sadar terjun dalam kubangan noda hitam yang berada di kotanya sendiri. Merasakan sendiri bagaimana prasangka buruk dan diskriminasi merajai sistem sosial dan membuat rasa menghargai yang seharusnya menjadi dasar berinteraksi menjadi hilang. Melalui sudut pandang segarnya, gadis kecil itu dengan berani menyusuri kebenaran-kebenaran.

Selanjutnya, Film ini berlatar di Amerika dalam rentang waktu 1930-an dimana Amerika masih diselimuti diskriminasi terhadap kulit hitam. Masalah muncul ketika Atticus dimintai atasannya untuk menangani pria berkulit hitam yang menjadi tersangka pelecehan seksual atas wanita berkulit putih. Sejak saat itu, kehidupan keluarga Finch mulai berubah. Masyarakat mengucilkan mereka. Para pihak yang berkuasa di pengadilan menutup mata terhadap semua kebenaran yang disajikan dengan jelas di depan mata mereka. Sebuah warna kulit membuat mereka lupa bahwa orang yang mereka perlakukan dengan tidak adil juga memiliki keluarga yang harus ia beri kehidupan. Tidak tanggung-tanggung, pengadilan memberikan hukuman gantung pada orang berkulit hitam tersebut. Tapi, apakah para pembela orang berkulit putih itu salah? Tidak. Karena kita hanya bisa memahami seseorang jika kita melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya dan menjalani hidup dengan caranya.

Tidak sedangkal konflik utama yang diangkat, film yang beberapa kali mendapat penghargaan bergengsi ini banyak mengulik mengenai nilai-nilai yang sensitif di masyarakat. Bahkan mungkin lebih sensitif daripada masalah diskriminasi warna kulit. Contohnya, adanya tokoh Boo Radleyyang dianggap orang gila oleh orang-orang dikompleks rumah keluarga Finch. Keberadaannya yang misterius dan suara-suara aneh di sekitar rumah Boo Radleymembuat masyarakat membuat spekulasi tersendiri terhadap keluarga Radley. Hal itu membuat Boo Radley tidak pernah keluar rumah dan tidak pernah bersosialisasi.

Film ini dibuat tahun 1960-an, maka bukan sebuah kesalahan jika kualitas gambar dan suara dari film ini terbatas. Namun, hal itu tidak terlalu kentara karena kelincahan aktor-aktor dalam memainkan peran, terutama Gregory Peck dan Mary Badham yang berhasil membawa penonton mengenai zona sentimentil yang berusaha dibuat oleh sutradara. Dengan judul yang sangat menarik, yaitu To Kill A Mockingbird, film ini patut dijadikan pilihan untuk mengisi waktu luang pembaca dan film ini akan men-transfer nilai-nilai kehidupan ke dalam pikiran pembaca. Mockingbird sendiri artinya innocence. Analogi bagi seorang yang tidak merugikan, tidak mengganggu orang lain, burung yang hanya bersiul dan bernyanyi tanpa mengganggu ketentraman lingkungan. Membunuh mockingbird (to Kill a Mockingbird) adalah dosa dan sama dengan membunuh kebenaran.

KATA-KATA

Topeng Keemasan


Dirimu senyap
Seperti serpihan api neraka
Menggeret tetas-tetas lara
Bisikan penari tambang membungkam
Seribu tawa menjalar di balik geraham
Kering, suci, binasa



Tonggak penuntun merajaimu
Membawa lari sabda sang yang melampaui
Seperti jiwa di bibir jembatan, melayang
Bersemayam dalam lirikan kebencian
Meresap dengan bumbu keangkuhan
Cantik, lihai, gelap


"Engkau harus"
Melayang bagaikan sapi di padang pasir
Sampai belenggu "jahat" melabeli
Seperti jerat yang tersesat di jerami
Seperti setan yang memeluk nadi
Seperti anjing api yang berbicara dari jantung bumi
Melahap air busuk yang keluar dari pengetahuan sang pemimpi
Menanggalkan semua penyerahan diri
Bodoh, pincang, lapar



Biarkan Tuhan berbicara
Ratap sendu mengalir, tawa pilu menghujat
Memberi tulang dan daging pada kuasa
Agar pekat, seperti noda jeruji pada kain penyuci diri
Merengkuh noda kebajikan dari olokan retorika
Hingga manusia tak lagi telanjang buta
Serakahkah memberi harap pada kebinasaan?
Miskin, fana, dangkal



Kini, tanda-tanda cuaca menghiasi para pujangga
Menggelitik telinga kerbau seperti boneka-boneka kosong
yang patuh pada semesta
Sabda, dari diriku
Yang lemah akan ciptaan-Mu

KATA-KATA

Budak Kecil di Pelukanmu


Senja kala itu
Derap langkah mendera, berdentang di ujung jemariku
Kau dan hilang
Bagaikan sayap dan udara kenistaan
Bertawakan diri
Mencerna kata hati yang tiada henti mengalunkan kematian

Tok, tok, tok
Rayuan lesung kaca tak mampu menggugah setan malam
Terlelap, bagai anak kucing di pangkuan sutra
Di istana muda yang berkristal bagai permata
Mendengungkan simfoni kepercayaan
Seperti ular menjelma menjadi gulungan kertas sahaja

Bahwa lelah dan janji hanyalah ilusi
Benarkah ini dunia yang kau tinggali?
Karena aku, disini
Hanya bisa merasa, tak bisa melihat

Yang kutahu,
Cinta adalah kata
Kata adalah topeng
Topeng mengajarimu seribu cara bersembunyi
Seperti kepalsuan dan sandiwara yang mengudara
Hingga mereka merengggut dirinya sendiri dari dekapanmu
Karena dia tahu siapa pemiliknya yang sejati

Kau tahu,
Mengukur kedalaman rasa butuh jerat nestapa
Sedangkan ironi tak ada dalam rangkaian hidupmu
Sedangkan ruang pengap tak menjadi kesukaanmu
Lalu, haruskah ku gunakan ulu hatiku?
Untuk mengobatimu dari sakitnya topeng yang mulai mengakar di wajahmu?
Merenggut kulit dan indera setanmu?
Menyesap darah dan cahaya dari rongga matamu?
Jujur, aku hanya ingin diam
Menyaksikanmu bersama rasa sakit,
Putus asa,
Sesal,
Dan kegelapan,
Untuk sedetik saja, sebelum aku menyerapnya
Dengan tetas air mata yang tak lagi berharga

Tawamu kala itu
Bagaikan pelabuhan di tengah hutan
Hukum rimba dengan pohon besar menantang
Terlalu takut berjalan, diriku membayang
Rasaku membungkah sebab atap cukup menghangatkan
Tapi, sadarlah aku bahwa itu tak akan membawaku pulang
Pelabuhan itu tak berarti
Seperti diriku
Yang hanya mampu mengartikanmu
Dan tak mampu mengartikan diriku sendiri

Jangan ingatkan aku
Aku tahu,
Aku bodoh kala itu