Senin, 01 Januari 2018

Artikel Mengenai Literatur Siswa dalam Program Literasi Sekolah

SASTRA KLASIK, LITERATUR UTAMA
 UNTUK  SISWA






"Aku rela dipenjara asal dengan buku, karena dengan buku aku merasa bebas." 

Kalimat tersebut merupakan kutipan dari salah satu pahlawan proklamasi kita Mohammad Hatta. Mohammad Hatta adalah orang yang sangat menyukai buku. Bahkan ketika Moh. Hatta diasingkan di sebuah tempat terpencil yang sangat mengerikan di Papua yang bernama Boven Digoel, wakil presiden pertama Indonesia itu membawa 16 peti yang berisi ribuan buku dan mengabiskan waktunya di tempat pengasingan dengan membaca dan menulis buku. Sebuah semangat yang sudah jarang ditemui di masyarakat saat ini, di mana seseorang memilih untuk meluangkan waktunya untuk membaca buku. Kerena perubahan teknologi yang meningkat tajam, seseorang lebih suka menemukan informasi secara instan di internet daripada mebaca buku yang beratus-ratus halaman. Menyadari hal tersebut, pemerintah segera mencari solusi dengan menerapkan program literasi di sekolah dasar maupun sekolah menengah. Namun tidak semua buku adalah literatur yang tepat bagi siswa. Lalu bagaimana memilih literatur yang benar?

PROGRAM LITERASI

Sekarang ini, hampir setiap sekolah menerapkan program literasi, di mana siswa diwajibkan membaca buku fiksi maupun nonfiksi sesuai ketentuan sekolah sebelum memulai pembelajaran. Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Mahsun,  mengatakan Gerakan Literasi Sekolah ini bertujuan membiasakan dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Dalam jangka panjang, hal tersebut diharapkan dapat menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan literasi tinggi. 

Untuk mencapai tujuan program literasi, buku-buku yang dibagikan untuk sekolah dalam Gerakan Literasi Sekolah ini adalah buku-buku yang dapat menumbuhkan budi pekerti. Namun, yang terjadi di lapangan adalah buku yang dibaca siswa sedikit sekali yang sesuai dengan tujuan literasi karena buku tersebut tidak menumbuhkan budi pekerti dan pengetahuan siswa. Hal tesebut sesuai dengan keadaan rak buku literasi disalah satu kelas di sekolah menengas atas yang hanya berisi novel teenlit atau novel remaja, dan beberapa komik.

LITERATUR PILIHAN

Buku yang baik adalah bacaan yang dapat memberikan pengetahuan, menumbuhkan kesadaran, dan meningkatkan kualitas diri setelah kita membacanya. Karena umur kita yang terbatas di tengah jutaan buku yang ingin kita baca, maka memilih dan menentukan prioritas dalah cara yang tepat untuk memulai membaca buku. Contoh jenis buku yang sesuai sebagai bahan literasi bagi siswa  adalah sastra klasik Indonesia, sastra klasik dunia, biografi, autobiografi, buku-buku keagamaan, filsafat dan buku science pop

Fiksi menjadi pilihan utama dalam program literasi ini karena selain merupakan bacaan yang tidak berat, fiksi juga dapat meningkatkan imajinasi dan kepekaan siswa terhadap lingkungan dan sosial sehingga dapat menuntun kepribadian dan karakter siswa secara tidak sadar. Namun, itu hanya didapatkan jika fiksi yang dipilih benar sesuai kebutuhan. 

KLASIK ITU APIK 

Novel sastra klasik, sebuah literatur pilihan seharusnya pilihan utama sebagai literatur pilihan terutama bagi siswa. Novel sastra klasik Indonesia adalah novel yang dibuat sekitar tahun 90an itu biasanya menggunakan bahasa yang baku dan dibalik cerita utamanya juga  menceritakan kondisi masyarakat pada saat itu dengan apik. Membaca novel sastra membuat pembacanya berpikir keras untuk memahami pesan yang terkandung di dalamnya. Dalam sebuah novel sastra, pesan disampaikan dalam bentuk kiasan, sehingga setiap pembaca memiliki interpretasi yang berbeda-beda mengenai pesan tersebut.

Hampir tidak ada ruang bagi sastra klasik Indonesia di program literasi sekarang ini. Mayoritas buku fiksi yang dibaca sebagian siswa adalah novel teenlit atau novel remaja dan beberapa novel terjemahan. Hal tersebut jelas menggambarkan sedikitnya peminat novel kuno tersebut bagi remaja. Novel-novel lama seperti Bumi Manusia, Burung-burung Manyar, Ronggeng Dukuh Paruk, dan Siti Nirbaya yang ditulis oleh penulis besar dahulu sudah jarang terlihat. Hal tersebut sangat memprihatinkan dengan banyaknya manfaat yang kita dapatkan dari membaca novel satra klasik daripada novel-novel remaja jaman sekarang.

Penggambaran karakter dan latar dalam sebuah novel sastra sangat mendetail dan menggugah kesadaran pembaca. Dengan membaca novel sastra siswa menjadi terbiasa untuk tidak gampang memberikan stigma kepada orang lain, memandang hidup dengan sudut pandang baru yang lebih jelas, juga dapat menumbuhkan jiwa sosial di masyarakat yang kompleks dengan berbagai masalah yang ada. Hal tersebut menjadikan novel sastra klasik sebagai salah satu pilihan literatur yang tepat bagi siswa yang pastinya dapat menumbuhkan budi pekerti dan karakter anak seperti tujuan utama program literasi dibentuk.

BUKAN SEKADAR BACAAN

Melihat bagaiman program literasi berjalan dengan lancar, pemerintah dan pihak yang berwajib juga harus mengawasi literatur-literatur atau buku yang dibaca siswa. Jangan sampai siswa menghabiskan waktu dengan membaca buku yang salah, tidak bermanfaat apalagi berbau hal yang negatif. Siswa harus diarahkan untuk membaca buku fiksi maupun nonfiksi yang tidak hanya menyajikan cerita yang menarik namun juga sebuah pelajaran dan pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupannya yang akan datang. Bacaan yang tepat bukan hanya menambah pengetahuan namun juga akan menyebabkan pembaca ketagihan untuk membaca buku-buku yang serupa sehingga budaya membaca akan tumbuh lebat lagi di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar